Selasa, 28 April 2015

Dua Pasang Hati





Kata apa yang mampu mewakili cerita kita?
Kata apa yang mampu merangkum semua ?



Risty

Di perjalanan menuju kantor pagi tadi aku teringat obrolanku dengan Rifa semalam. Aku pikir kenapa  aku bisa menceritakan semuanya padanya?  Bahkan aku lupa sejak kapan aku mengenal dia. Hampir setiap hari selalu saja ada topik yang bisa kami bahas. Entah itu masalah umum atau masalah pribadi. Entah itu masalah pekerjaan atau masalah hati.
“Aku lagi bete sama Azka, BBM ku cuma diread, nggak dibalas.” Notifikasi satu pesan masuk dari Rifa
“Hahaha..aku mah sering digituin, sakitnya tuh di sini.” balasku sambil tertawa membaca pesannya
“Aku BBM lagi aja bilang, kalau cerita panjang lebar tapi nggak dibalas itu sesuatu banget ya.”
“Terus dia jawab apa?”
“Katanya sabar dulu, nggak harus begitu dibaca langsung dibalas kan.”
“Kamu sih nggak sabaran.”
Apa yang dirasakan Rifa sebenarnya tak jauh dengan apa yang sering aku rasakan. Katris, lelaki yang mampu mencuri hatiku, aku suka kesel sendiri ketika pesanku hanya dibaca, tanpa dibalas. Berawal dari hal-hal seperti itulah aku dengan Rifa akrab dan dekat. Merasa senasib? Entah.

Rifa

Aku menjadi lebih pendiam semenjak beberapa tahun yang lalu. Aku tak mengira bisa bertemu dengan orang sepertimu. Apa pula yang membuatku bisa menceritakan banyak hal denganmu? Seperti malam kemarin, obrolan itu baru berhenti setelah menit ke tujuh puluh sembilan.
Mungkin jika ponsel tidak low batt atau mata masih bisa diajak ronda sampai jam 4 pagi, bisa jadi kita akan ngobrol sampai sepagi itu.
“Kamu kok ngilangnya lama sih, Az?” pesan itu aku kirim begitu Azka menyapaku lewat BBM
Yaelaah baru juga seminggu doang.”
Azka, bisakah kamu mengartikan kalimatku tadi menjadi “aku kangen kamu Az, kamu kemana aja ?” Iya, beberapa hari ini aku seperti kehilangan Azka, dia sibuk dengan dunianya. Seminggu lebih aku tidak berkomunikasi dengannya. Apa yang aku lakukan? Hanya bisa menumpahkan semua pada Risty. Dia pernah merasakan hal semacam itu, bahkan lebih lama, berbulan-bulan. Hingga akhirnya lelaki yang dinantinya itu kembali.

Risty

Ketika aku cerita dengannya, aku memang tidak selalu mendapat solusi. Terkadang dari kita hanya ingin didengar saja, tanpa solusi. Itu sudah lebih melegakan dibanding harus menyimpannya sendiri.
“Cin, nanti malam kamu sibuk nggak ? Aku telepon ya.” pesan Rifa masuk ketika aku hendak bersiap pulang dari kantor.
“Siap.” balasku singkat
Benar saja, tidak lama aku sampai rumah Rifa menelpon. Dia mulai menceritakan tentang Azka. Lelaki yang tidak pernah absen menjadi topik obrolanku dengannya. Sama seperti Katris. Kalau dia sudah mulai cerita, aku akan mendengarkan, sesekali menimpali, sesekali mengajukan pertanyaan, sisanya aku merespon dengan iya, oh, terus. Seperti itulah dia, terkadang seperti kereta dengan kecepatan 200 km/jam. Hahahaha…kalau dia tahu aku bicara seperti ini pasti dia akan melempar bakiak tepat ke mukaku.
“Lalu kamu sendiri dengan Katris gimana?”
“Aku dan Katris baik-baik saja, cuma akhir akhir ini dia masih agak sibuk, masih adaptasi dengan tempat kerjanya yang baru.”
“Enak ya, kamu kan sering ngobrol di telepon sama Katris.” Nada iri terdengar jelas dari kalimat Rifa
Enak? Apa benar? Jika ditanya apakah aku pernah iri dengan Rifa. Aku akan jawab iya. Rifa dan Azka lebih dekat secara tempat. Lebih punya kesempatan lebih banyak dibanding aku dan Katris. Dan jika aku mengingat itu semua, maka air mata ini tanpa terasa akan meluncur menuruni pipi.

Rifa

Selain aku tumpahkan ke Risty, aku tumpahkan kerinduan dan perasaanku pada kata-kata yang aku rangkai menjadi puisi. Azka, tidakkah kamu tahu semua ini? Perasaanku untukmu. Aku ingin semua ini menjadi jelas Azka. Tidakkah kamu paham maksudku? Kamu anggap apakah aku ini ?
“Lalu apa reaksinya setelah kamu sindir ?” tanya Risty
“Dia masih saja nggak peka. Apa aku harus ngomong ke dia dulu? Tapi aku kan cewek, nanti aku terlihat agresif.”
“Serba salah ya kita jadi cewek..hahaha”
Menertawakan satu sama lain adalah salah satu cara aku dan Risty untuk menghiasi persahabatan ini. menurutku persahabatan itu bukan melulu soal berbagi kesedihan atau tertawa bersama, tapi dimana kita bisa saling menertawakan satu sama lain tanpa merasa tersakiti.

Risty

“Lagi apa?” tanya Katris setelah aku geser tombol hijau di layar ponselku.
Nggak ngapa-ngapain.”
“Kok aku telepon dari tadi nadanya sibuk terus?” dari nadamu aku tahu kamu curiga
“Iya, barusan Rifa telepon.”
“Heran aku, kenapa kalian keliatannya klop banget sih?”
Aku tertawa mendengar pendapat Katris soal aku dan Rifa.
“Kok kamu bisa bilang gitu ?” telisihku
“Dari komunikasi kalian di sosmed aja udah keliatan. Sering emang ngobrol sama dia?”
“Tiap hari”
“Ngobrolin apa aja sih, kok kayaknya asik banget, sampai aku telepon berkali-kali tadi masih aja sibuk terus nadanya.”
“Ada deh, urusan cewek mau tahu aja.”
Katris, andai kamu tahu. Kamu adalah yang tak pernah aku lewatkan untuk aku ceritakan dengan Rifa. Lagi-lagi, andai kamu tahu.
Aku terkadang membayangkan hal konyol. Aku, Katris, Rifa dan Azka. Kita semua bertemu di satu tempat. Kankah itu menjadi awkward moment ?. Aku bisa menebak, pasti aku bakal senyum senyum dengan Rifa. Aku tahu cerita Rifa dengan Azka dan Rifa tahu ceritaku dengan Katris.

Rifa

“Az, ada acara nih di Serpong, weekend besok. Mau ikut nggak ?”
“Wah pengen sih aku. Tapi aku sudah ada acara lain, Fa. Maaf ya.”
Kesempatan itu datang berkali-kali. Namun, masih saja belum memihak kepadaku. Azka- aku ingin sekali bertemu dengannya tapi sepertinya belum waktuku untuk bertemu dengannya. Semua kesempatan yang aku dapat selalu saja ada hal yang membuatnya menjadi terbuang mentah.

Risty

Banyak hal yang belum kita tahu akan terjadi atau tidak. Dimana ujung dari semua ini. Kita masih terus saja berjalan. Meniti selangkah demi selangkah ke depan. Menikmati kelokan di depan. Tanjakan atau turunan yang harus di lalui.  Ada harapan yang kita jaga.  Ada mimpi yang kita semi bersama. Harapan dan mimpi akan masa depan.
Katris, akankah ada kesempatan untukku bertemu denganmu? Akan seperti apakah ketika kita bertemu nanti? Akankah perasaanku terjamah olehmu ?
Rifa, banyak kisah yang telah kita bagi bersama. Dan akan masih ada ribuan bahkan jutaan kisah lagi yang akan kita ceritakan. Aku harap tidak hanya bagi dengan cara menghabiskan paketan telepon saja. Tapi kita bisa duduk bersama, membuat nyata, raga yang masih maya ini.

Rifa

Aku tidak tahu sampai kapan dan dimana ini akan berlabuh. Aku hanya akan terus berjalan. Ada harapan yang harus kita genggam erat. Ada mimpi yang harus tetap digantung. Harapan dan mimpi untuk mendapat yang terbaik.
Azka,  bisakah kamu merasa apa yang ada di hatiku? Bisakah perasaanku ini sampai padamu? Bisakah kita ambil satu dari banyak kesempatan yang datang untuk sekedar bertatap muka ?
Risty, entah lusa entah satu bulan atau kapan. Kelak semua cerita ini aku harap bukanlah berakhir pada kata dan suara saja. Tiadalah yang lebih bahagia selain bersua muka. Aku, Azka, Kamu juga Katris.
***
Kita adalah kata-kata yang terjebak dalam wujud manusia. Yang akan melahirkan banyak deretan kata membentuk cerita. Dua pasang hati yang tertaut meski masih tanpa rupa.




6 komentar: