Jumat, 29 September 2017

Aplikasi yang Cocok untuk Pemakai Transportasi Umum

Awalnya saya hanya sedang mencari-cari rute angkot dari Kiaracondong menuju Observatorium Bosscha. Maklum saya buta angkot di Bandung. Dari banyak ulasan yang google berikan, saya membuka salah satu blog, di salah satu tulisannya itu,  penulis menyarankan untuk mencoba aplikasi Moovit. Untuk link blognya saya lupa untuk menyimpan. Karena penasaran saya segera mengunduh aplikasi itu di ponsel. Aplikasi ini ternyata bisa digunakan di lebih dari 1000 kota di 72 negara. Wahh cocok ini kalau yang suka travelling.

Awalnya sempet bingung bagaimana cara memakainya. Namun setelah mengutak-atik saya mulai paham bagaimana cara kerja aplikasi ini. Sebagai contoh berikut saya screen shoot ketika saya pergi dari Kiaracondong menuju Observatorium Bosscha.
Awalnya saya harus menentukan di negara dan kota mana rute yang akan saya cari.

Jumat, 08 September 2017

Berbunga-bunga di Taman Begonia

no need caption


Ini sebenarnya trip lanjutan setelah dari Observatorium Bosscha. Jadi setelah turun dan sampai lagi di jalan raya Lembang, saya kembali menyetop angkot Stasiun Hall-Lembang untuk menuju tujuan selanjutnya. Tempat ini letaknya lebih ke atas lagi dari Bosscha, jadi jangan salah nyetop angkot ya. Turunnya di pasar Lembang. Untuk ongkosnya dari Bosscha sampai pasar Lembang  5 ribu rupiah. Dari pasar Lembang bisa naik ojek atau kalau lagi nggak buru-buru bisa naik delman. Kalau naik ojek saya sarankan turunnya di perempatan sebelum pasar Lembang, soalnya Babang ojeknya banyak yang mangkal di situ daripada di depan pasar. Kalau ojek mah ongkosnya pinter-pinteran nawar aja sama babangnya.

Selasa, 29 Agustus 2017

Main ke Rumah Teleskop Zeiss



Rumah Teleskop Zeiss

Lagi-lagi ke Bandung, ke Bandung lagi-lagi. Kalau di waktu sebelumnya Bandung selatan yang menjadi tujuan, maka kali ini saya geser ke utara. Lembang. Tujuan pertama adalah Observatorium Bosscha. Awalnya sih dulu tahu ada teropong ini di pelajaran IPS waktu SD. Itu pun cuma lihat gambarnya saja. Baru di film petualangan Sherina bisa lihat bentuknya seperti apa, walaupun di TV tapi paling tidak sudah lihat bentuk aslinya.

Akses untuk menuju lokasi observatorium ini sangat gampang. Waktu itu saya berangkat dari daerah Kiaracondong. Saya menggunakan angkot jurusan Margahayu-Ledeng (warna biru garis kuning, bentuknya mikrolet) lalu turun di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) atau di depan terminal Ledeng, ongkosnya kemarin 7 ribu satu orang, lanjut dengan angkot Stasiun Hall-Lembang (warna coklat muda), tinggal bilang ke bapak sopirnya turun di Bosscha cukup bayar 5 ribu. Turun dari angkot bisa lanjut naik ojek atau jalan kaki. Lumayan sih kalau jalan kaki, sekitar 1.5 km. Kalau naik ojek mungkin 10 ribu. Karena sedang tidak buru-buru, sekaligus olahraga (baca : menghemat) saya memilih jalan kaki.

Rabu, 05 Juli 2017

Potong Rambut


http://kintakun-collection.co.id
Potong rambut sebenarnya adalah hal sepele, namun terkadang berubah menjadi hal yang rumit Dan krusial (yaelah bahasamu, sep). Kenapa rumit dan krusial? Karena harus menentukan mau potong model apa, di salon mana, belum lagi nanti kalau sudah potong dan hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Duh, itu bisa jadi masalah besar.

Pernah ada teman yang mau potong rambut karena sudah bosen sama model rambutnya dan mau ikut tren, eh tapi setelah dipotong hasilnya nggak sesuai sama expektasinya. Malah terlihat aneh juga, Karena itu dia memutuskan untuk pergi ke salon lagi untuk memotong lebih pendek lagi. Dua kali potong jadinya. 

Senin, 27 Maret 2017

Helm dan Kengerian Saya

helm bulukan 


Ini sebenarnya tulisan nggak penting-penting amat, cuma tentang helm saja. Ya, sekedar untuk isi dan update blog saja. Jadi begini, kemarin Jumat sewaktu mau pulang kerja, begitu saya mau pakai helm yang sudah lumayan buluk itu, tali helm yang seharusnya dipastikan berbunyi “klik” itu lepas sebelah. Setelah saya cek ternyata baut  untuk memasang tali ke bagian helmnya lepas karena karatan. Maklum jam terbang helm ini sudah lumayan. Terpaksa saya pulang  memakai helm tanpa bunyi “klik”, dan ini jangan ditiru. Kecuali kalian yakin kalau kepala kalian lebih keras dari jalan aspal.

Sepanjang perjalan kok saya merasa ngeri-ngeri gimana gitu tiap kali disalip kendaraan lain. Takut kalau-kalau helm yang dikepala ini copot. Di jalan lihat beberapa sesama pengendara motor yang helmnya ga diklik in dulu kok kelihatannya biasa saja ya. Kaya nggak ada was-was nya. Mereka tetep etel saja mengendarai motor salip kanan-kiri, ada yang sambil ngobrol asik sama pembonceng.
Singkat kata Alhamdulillah selamat sampai di tujuan. Keesokan harinya saya merasa wajib untuk nyari servis helm yang bisa buat masang lagi tali yang copot itu. Selain karena rasa ngeri dan daripada ketangkap pak polisi hanya karena nggak meng”klik”an helm, juga karena kemarin waktu jalan pulang sempat melihat kecelakaan yang cukup parah, lemes rasanya lutut pas lihat itu.

Rabu, 16 November 2016

Belajar Arti Harapan dan Kesepian dalam Castaway on The Moon

sumber : inikpop.com

Seseorang pasti ada yang pernah merasakan satu masa dimana dunia seperti mau runtuh, berakhir, atau merasa tidak ada gunanya sebuah hidup. Bagi orang yang tidak berpikir panjang, biasanya akan melakukan jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya tersebut, yang tentunya jalan itu berakibat buruk untuknya maupun orang lain di sekitarnya. Padahal, jika kita masih memiliki harapan, masalah sebesar apapun pasti ada solusinya, hanya saja kita perlu berpikir secara jernih untuk menemukan solusinya.

Belum lama ini saya menonton sebuah film yang sarat pesan. Awalnya saya sempat ragu untuk menyelesaikan nonton film ini. Tidak lain tidak bukan ya karena pemainnya kurang tampan. Hehehe… film itu berjudul  Castaway on the Moon (COTM). Film dari Korea Selatan yang dirilis tahun 2009. Tergolong lama kan?

Rabu, 26 Oktober 2016

Hujan yang Membawa Pulang Ibu

brilio.net


Sebagian besar orang akan terseret ke masa lalu ketika hujan mulai datang. Menata kepingan puzzle demi puzzle kenangan yang berserakan. Membentuk cerita yang mungkin ingin dilupakan namun tetap saja hadir kembali ketika hujan kembali turun. Berbeda denganku, ada harapan yang bersemi setiap kali hujan turun.

“Rin, kamu masih mau di sini?” Aku mengangguk ketika temanku memutuskan untuk pulang setelah mendapat telepon dari suaminya lima menit yang lalu.

Tempat ini, aku masih ingat betul ketika seorang perempuan mengantarkanku ke tempat ini. Hari Minggu, setelah adzan ashar, aku dan dia sampai di tempat ini. Tempat yang akhirnya menjadi rumahku selama 12 tahun. Berhubung tempat kerjaku lumayan jauh dari sini, aku memilih untuk kost. “pulang” ke sini setiap hari Minggu saja.