Memangnya Kamu Punya Apa?

Masih dalam libur lebaran kemarin saya meminjam dua buku. Salah satu yang saya pilih adalah buku milik karya Edi Mulyono yang berjudul “Andai  Aku Jalan Kaki, Masihkah Engkau Selalu Ada Untukku?” Awalnya memilih buku itu karena tidak terlalu tebal. Pas lah untuk sisa libur lebaran yang tinggal dua hari lagi.

Buku itu sendiri isinya lebih dari 10 judul cerita pendek yang mengisahkan berbagai peristiwa yang dialami oleh si “aku”. Kenyataannya saya belum menuntaskan untuk membaca buku itu. Baru empat judul yang saya baca. Dari keempat judul itu saya paling tertarik dengan judul yang sama dengan judul cover buku ini. Andai  Aku Jalan Kaki, Masihkah Engkau Selalu Ada Untukku. Dalam judul itu menceritakan tentang ketulusan seseorang dalam berteman.  

Karena buku ini saya jadi teringat cerita teman, sebut saja si A. Waktu itu saya lupa sedang apa, seperti biasa si A  mengirimkan pesan singkat. Isinya kurang lebih keluhan dia karena beberapa temannya selalu “tidak ada” ketika dia membutuhkan bantuan.  Ketika dia sedang “jatuh”, mereka seakan menjauh. Padahal ketika si A ini sedang “berjaya” banyak yang mengaku teman. Tidak jarang tiba-tiba ada yang datang ke rumahnya mengaku saudara. Meminta bantuan ini itu. Ada juga yang bersiap 24 jam jika si A membutuhkan bantuan. Tapi itu dulu, beda dengan sekarang. Bahkan untuk mengangkat telpon dari si A saja tidak mau.

Saat itu saya hanya membalas sebisa dan yang ada di pikiran saya. Pertama karena saya hanya mendengar dari satu pihak saja. Yang kedua karena saya tidak mengenal orang-orang yang diceritakan si A itu. Selain itu terkadang si A juga sering curhat tentang hal yang saya tidak mengerti, ya karena saya tidak pernah berada di lingkungan yang seperti dia ceritakan. Hal yang sering saya katakan di setiap sesi curhatnya adalah “maaf kalau aku enggak bisa kasih masukkan.” Saya mengatakan seperti itu karena memang dalam hal-hal tertentu saya hanya bisa memintanya untuk sabar. Mendengar apa yang saya katakana, dia bilang “aku cuma butuh didengar, karena aku tahu masalah ini cuma aku yang bisa menyelesaikannya. Ah iya, benar. Terkadang kita curhat masalah kita pada teman tidak semata untuk minta solusi, bantuan atau pendapat mereka. Kita hanya butuh didengar saja.

Kata “teman” sepertinya memang memiliki sifat yang begitu majemuk. Ada teman yang kita kenal waktu di dalam bus/kereta, kebetulan duduk sebelahan, teman seperjalanan. Ada teman saat menunggu di halte, menunggu angkot yang sama. Teman yang ada berbagai media social. Teman saat di lingkungan kerja. Teman saat di sekolah. Teman bermain yang berdekatan rumah dan masih banyak lagi. Akan tetapi pembagian jenis teman yang berdasarkan keadaan ini sepertinya  hanya ada tiga macam. Ada teman yang ada ketika kita susah, ini jenis yang jarang dan jumlahnya biasanya sedikit. Ada teman yang ada ketika kita suka bahagia, ini jumlahnya lebih banyak dibanding apapun. Yang terakhir adalah teman yang selalu ada di saat suka atau susah. Hemm..ini jenis yang lebih langka.

Begitu banyak jenis teman itu, dan dari cerita si A itu saya kadang berpikir. Ah, Apa mereka-mereka tetap mau berteman dengan saya kalau saya tidak punya apa-apa? Setelah itu muncul lagi pertanyaan, memangnya saya punya apa? Bahkan badan ini saja bukan punya saya.

Ah iya, beberapa bulan terakhir ini saya seperti kehilangan si A ini. Karena jarangnya berkomunikasi, semoga dia baik-baik saja.