Senyum adalah kekuatannya
Senyum adalah pilihannya
Senyum adalah tempatnya bersembunyi
Jarum pendek jam menunjuk ke
angka sembilan, sedang jarum panjang telah beralih ke angka empat. Kamu keluar
dari bangunan itu. Dulunya bangunan itu adalah sebuah rumah kemudian setelah
pemiliknya pindah ke luar kota, dijadikan sebuah kantor, dan setelah beberapa
bulan kosong, lalu berubah menjadi sebuah toko buku. Dengan cat warna merah
menyala, bangunan itu tampak menyolok di pojokkan pertigaan jalan. Tepat di
depan adalah sebuah factory outlet
yang selalu ramai dikunjungi. Toko buku itu tidak terlalu besar, bangunannya
jika dari depan justru tampak seperti rumah biasa. Halaman yang digunakan untuk
tempat parkir pun tidak terlalu luas, jadi terkadang mobil harus parkir di
pinggir jalan jika parkir sudah penuh.
Seperti biasanya, kamu akan mengayuh
sepeda mini warna putih itu untuk menuju kost mu yang hanya berjarak tidak
lebih dari satu kilometer. Dimana itu aku tidak tahu, aku hanya mendengar saat
kamu dan salah satu temanmu berbincang. Tapi sebelumnya, biasanya kamu akan
terlebih dulu duduk di kursi panjang yang ada di dekat pintu masuk, dekat
tempat penitipan tas atau barang milik pengunjung. Menyenderkan badanmu di
kursi, lalu kamu akan menghela napas panjang.
Malam ini karena mendung jadi
kamu memutuskan untuk langsung pulang. Sapaan ramah kepada bapak tukang parkir
itu tidak pernah kamu lupakan. Kamu memang selalu ramah dan murah senyum. Itu
menurutku, dan aku yakin banyak orang akan juga akan berkata demikian.
Aku senang setiap melihatmu
bercanda bersama teman di depan toko ini selepas pulang kerja. Guyonanmu selalu mampu
membuat temanmu tertawa, ejekan-ejekan mereka pun justru membuatmu semakin
tertawa. Aku belum pernah bertemu dengan perempuan seceria kamu, setidaknya
selama enam tahun aku di sini. Pasti hidupmu sangatlah bahagia.
Pendapatku tentang keceriaamu
ternyata salah. Semua runtuh begitu saja, kejadian itu kalau tidak salah
sebulan yang lalu. Seperti biasa, ketika jam dinding di dekat tempat penitipan
tas itu menunjuk angka sembilan lebih, maka satu persatu karyawan toko buku itu
bersiap untuk pulang. Tidak terkecuali kamu, waktu itu setelah mengambil
sepedamu dari parkiran, tiba-tiba saja handphone mu berbunyi.
Tidak lama, kamu hanya berbicara
sekitar lima belas menit dengan orang yang menelponmu itu. Awalnya kamu masih
bisa tersenyum saat menerima telepon itu, kemudian raut mukamu berubah ketika
telepon itu kamu tutup. Kamu berjalan ke arah kursi panjang di dekat pintu
masuk. Duduk menyenderkan tubuhmu. Sempat sekian menit kamu memejamkan matamu.
Entah siapa yang menelponmu itu, apa yang dibicarakan denganmu, tapi aku
menebak itu sesuatu yang mengubah wajahmu menjadi murung.
Aku semakin penasaran sekaligus
terkejut ketika melihat buliran air mata itu menuruni pipimu. Lampu di atas
pintu masuk itu cukup terang, jadi aku bisa melihat dengan jelas air itu
menetes. Setelahnya, kamu menghela napas lagi. Apa sebenarnya yang terjadi
padamu?
Setelah hampir dua puluh menit
terdiam di atas kursi itu, kamu akhirnya memutuskan untuk pulang. Kamu
membuatku terkejut lagi, ketika sebelum melangkahkan kaki menuju sepedamu, kamu
menoleh ke arahku. Seperti kamu tahu sedari tadi aku memperhatikanmu,
keterkejutanku ternyata masih belum usai di situ. Kamu kembali menoleh ke
arahku lalu kamu berkata “ Tenang Pak Marco, aku nggak apa-apa kok. Okey. Aku pulang
dulu ya, selamat malam.”
Kalimat itu kamu ucapkan dengan
senyuman dan kerlingan mata. Membuatku gemes padamu. Kamu memang gadis yang
kuat. Sejak kapan pula kamu tahu namaku?
*8*
Setelah kejadian malam itu, kamu
sempat tidak masuk kerja selama tiga hari. Aku menduga ini pasti ada
hubungannya dengan telepon yang kamu terima itu. Tiga hari itu pula tidak ada
kejadian istimewa di toko buku. Karyawan langsung pulang begitu toko tutup.
Tidak ada yang duduk di kursi panjang. Hingga akhirnya di hari keempat kamu
datang lagi. Senang rasanya melihatmu pagi itu.
Tidak aku kira, pagi itu kamu
menyapaku, “Pagi, Pak Marco, lama kayaknya nggak ketemu. Aku kerja dulu ya.”
Itulah sapaanmu. Senyum itu tidak lupa kamu sunggingkan. Aku rasa kamu sudah
lupa dengan kejadian malam itu.
Lagi-lagi, aku salah menilaimu. Ketika
semua karyawan telah pulang, lagi-lagi kamu masih duduk di kursi itu, dan lagi
air mata itu aku lihat lagi. Padahal baru sepuluh menit sebelumnya kamu masih
tertawa lepas dengan temanmu. Mengejek salah salah satu temanmu yang katanya
belum pernah makan di fastfood. Entah
tawa itu pergi kemana sehingga harus ditukar dengan air mata.
Sebelum pulang kamu menyapaku
lagi. Kali ini kalimat yang kamu ucapkan seraya menempelkan jari telunjuk di
bibirmu, “Ssttt Pak Marco jangan bilang-bilang ya, cukup rahasia kita berdua
aja. Okay.” Lalu kamu pun berlalu mengayuh sepeda putih itu lagi.
*8*
Aku masih sering melihatmu
meneteskan air mata, walaupun setelahnya kamu akan bilang padaku bahwa kamu
baik-baik saja dengan senyuman yang tidak pernah kamu lupakan itu. Sekalipun
aku tidak pernah melihatmu berbagi kesedihanmu dengan temanmu, kamu selalu
lalui sendiri, baiklah memang hanya ada aku yang selalu menemani mu. Meskipun
aku sama sekali tidak tahu apa alasan atau apa masalah yang sedang kamu alami.
Tapi ketika bersama orang lain yang aku lihat hanya tawa dan senyum darimu.
Kontras. Ketika kamu duduk sendiri di kursi panjang itu.
Dan jika suatu saat ada yang
menyadari keadaanmu yang sebenarnya, lalu menyebutmu dengan pendusta jelita,
ingin rasanya aku menjadi yang pertama membelamu. Tapi aku bisa apa? Bahkan
untuk bergeser menemani duduk di kursi panjang itu saja aku tidak bisa. Aku
hanya karya seni yang diboyong ke tempat ini enam tahun yang lalu. Yang
ditempatkan tidak jauh dari kursi favoritmu itu.
Sekali lagi aku tegaskan, jika
ada yang menyebutmu pendusta jelita maka aku akan membelamu. Bukan, kamu bukan
pendusta jelita, kamu hanya satu dari jutaan eccedentesiast* di dunia ini.
- Ilustrasi : smile
Note :
*eccedentesiast : istilah psikologi untuk orang yang menyembunyikan
rasa sakit/kesedihan dibalik senyumannya.
Pak Markooooooo :D
BalasHapusciiieeehhh ngepens sama pak Markoo ^^
HapusEalah... Pak Marko-nya benda mati... :(
BalasHapushihihi...hooh tant..
HapusPersonifikasi yang menarik mbak. Aku itu ternyata sebuah karya seni....
BalasHapusTapi di awal-awal kelihatan beneran hidup loh :)
hehehe ..makasih pak Pical.
Hapuskalau hidup beneran ngeri kali ya :)
Apik Jeng....
BalasHapussuwun bu'e...
Hapusecieeee bisa bikin yang unik n ciamiiik gini lhoo!!
BalasHapusampe merinding ane bacanya
jadi keinget pelem... ahhh lupa dah judulnya
manekin seorang gadis cantik, yang kalo malam dia berubah jadi manusia, fajar menyingsing kembali menjadi boneka manekin
hajarrrr Nong
hahahahha....merinding ga guling kan ya 'Oom..:D
Hapusnahhh klo kaya gitu malah jadi keinget video klip girlband korea SNSD..wkwkwkkwkw
Senyum bishoujo-nya kawaii ne #salahfokus
BalasHapusAda fotonya si Jelita nggak? #salahfokuslagi
Oheeemmjjjihhh
Hapuswkwkkwkwk..ntar aku minta pak Marco motoin Jelita dulu ya mas ^^
gx bisa ketebak alurnya.
BalasHapusorang bisa salah tebak kalo gx baca sampe akhir, keren ih..
untung bacanya pada sampe akhir ya mbak..biar ga salah tebak hehehhe
Hapus