Jumat, 02 Januari 2015

Serendipity [1]


Serendipity [1]

#Kursi no 10 D dan 10 E
Suara peluit sudah berdenging tanda kereta api siap untuk berangkat. Kurang dari lima menit kereta itu berhenti di stasiun. Penumpang naik dan turun. Nama kereta itu diambil dari salah satu nama gunung, yang letusannya menjadi peristiwa yang luar biasa kala itu .Setelah hampir dua ratus tahun gunung itu tertidur. Letusan yang konon imbasnya tidak hanya dirasakan di Indonesia saja, akan tetapi sampai mancanegara bahkan dunia. Gunung yang berada di tengah lautan antara pulau Jawa dan Sumatra. Krakatau. Kereta Krakatau relasi Kediri – Merak ini satu menit yang lalu baru saja perlahan meninggalkan stasiun.
“Biar saya bantu. Mbak duduk aja”
“ohh..iya, makasih ya Mas.”
Ransel warna merah hitam itu akhirnya bisa berhasil ditempatkan di luggage compartment. Cukup berat memang ditambah tempat yang sudah penuh dengan kardus dan tas penumpang lain. Kursi no 10 E.
“Mas no 10 D?”
“Iya.”
“boleh tukeran enggak mas? Saya 10E .”
“ohh mbak mau deket jendela? Boleh mbak.”
“Iya, mau lihat pemandangan.”
Kereta itu terus melaju. Melewati jembatan, sawah, membelah kota. Berhenti kurang dari lima menit di stasiun. Naik turun penumpang kemudian melaju kembali. Meskipun kereta kelas tiga, tidak ada lagi lalu lalang pedagang penjaja makanan dan minuman, semenjak ada peraturan larangan pedagang asongan naik ke atas kereta dan masuk area stasiun.

*8*

“Turun mana Mbak?”
“Bekasi, kalau Mas sendiri?”
“Saya turun  Jatinegara.”
“Ohh..tadi naik dari mana Mas?
“Madiun.”
“Wahh..puas ya Mas naik keretanya. Dari Madiun sampai Jatinegara.”
“Sudah biasa kok Mbak. Mau gimana lagi kalau kangen rumah.”
“Ohh dari mudik ceritanya.”
“Iya. Nengok orang tua. Mbak sendiri ? Ohh iya saya Yudha.”
“ Saya Tisha. Saya ada acara keluarga di Bekasi. Nikahan sepupu.”
Uluran tangan itu bersambut sebagai tanda resmi perkenalan di atas kereta. Naik kereta yang berangkat pagi atau siang hari adalah hal yang disukai Tisha dan tempat duduk dekat jendela adalah tempat favoritnya. Melihat pemandangan sepanjang perjalanan menjadi hiburan selain sesekali mengobrol dengan penumpang sebelah atau yang berhadapan.
Alunan lagu yang berasal dari handphone Tisha menemani perjalanan untuk membunuh waktu. Tidak seterusnya pula mengobrol dengan penumpang lain. Sementara lelaki yang duduk di sampingnya terlihat sibuk membaca buku sedari tadi.
“Suka baca ya Mas?”
“Lumayan Mbak. Buat mengisi waktu luang”
“Suka baca buku genre apa?”
“Saya apa aja, tapi seringnya baca biography sama novel fiksi fantasi gitu.”
“Ohhh….biar bisa berimajinasi ya.”
“Mbak suka baca juga?”
“Lumayan juga sih. Baca apa aja selain horror.”
“ hahahaha…kalau novel kan enggak ada gambarnya mbak. “
“Justru itu..kita malah jadi ngebayangin. Dasarnya penakut kali ya. Hehe”
Stasiun demi stasiun terlewati, matahari pun semakin condong ke kaki langit. Perjalanan masih jauh. Tisha memilih untuk memejamkan matanya dengan headset yang masih terpasang di kedua telinganya. Perjalanan pasti terasa lebih cepat jika ditinggal tidur, itu yang terlintas dipikirannya.
*8*
Tisha terbangun ketika terdengar suara petugas pemeriksa tiket. Setelah menyerahkan tiket ke petugas untuk diperiksa, niat hati ingin melanjutkan tidur lagi akan tetapi mata yang sudah terlanjur melek membuatnya sulit memejam lagi. Tisha kembali mengotak-atik handphonenya, memilih lagu yang mungkin bisa membuatnya ngantuk.  Dilihatnya jam di tangan kirinya, setengah delapan kurang lima menit. Berdasarkan jadwal yang tertera di tiket, kereta ini akan sampai di stasiun Bekasi jam sepuluh lebih enam belas menit. Artinya nya masih sekitar dua setengah jam lebih untuk sampai di tujuan. Tisha menoleh, lelaki di sampingnya itu lelap tertidur lagi. Tanpa sadar Tisha memperhatikan wajah Yudha, wajah khas orang jawa, hingga akhirnya di detik kesekian Yudha bangun. Tisha segera mengalihkan pandangannya.
“Sampai mana ini ya ?” tanya Yudha sambil memandang keluar
“Baru saja lepas dari stasiun Cirebon Mas.”
“Ohh..sudah nglewatin Cirebon.”
Dari obrolan mereka, Tisha tahu bahwa Yudha yang merupakan lulusan jurusan arsitektur kini sedang bekerja di sebuah perusahaan property di Jakarta. Sementara Tisha bekerja di perusahaan multimedia di kota asalnya. Mereka berbagi cerita tentang pekerjaan masing-masing. Kereta terus melaju menderu membelah gelap yang semakin tumbang.
*8*
Kereta memasuki stasiun Bekasi jam sepuluh lewat dua puluh lima menit. Terlambat sebelas menit dari jadwal yang tertera di tiket. Tisha dibantu Yudha menurunkan tas ranselnya.
“Makasih ya mas. Senang berkenalan dan dapat banyak cerita dari mas.”
“Sama-sama mbak. Saya juga jadi ada teman ngobrol sepanjang perjalanan.”
Tisha berjalan menyusuri kabin kereta mengantri menuju pintu keluar bersama dengan penumpang lain. Hanya kurang dari lima menit kereta berhenti di stasiun. Tisha berjalan menuju pintu keluar stasiun, mencari-cari adik sepupunya yang sudah menunggu untuk menjemputnya. Dari stasiun Bekasi sampai di stasiun Jatinegara hanya butuh waktu sekitar dua puluh menit. Yudha tiba-tiba tersenyum ketika mengingat saat mengobrol dengan Tisha spenjang perjalanan tadi.
“Bodoh… kenapa aku lupa menanyakan no handphonenya.” Yudha terduduk lesu
Kereta memasuki stasiun Jatinegara. Yudha pun bersiap turun.
*8*
Dua bulan kemudian
Tisha berlari-lari menuju lift. Dia sudah terlambat, ada meeting pagi hari ini. Tiba-tiba ketika hendak masuk lift, ada seorang laki-laki dengan memakai kemeja biru sudah berada di dalam lift. Tisha kaget melihat lelaki itu
“Lohh…ka…mu ?”
“Tish…shaa? “ lelaki itu sama kagetnya ketika melihat perempuan yang di hadapannya sekarang adalah Tisha.
Tisha mengambil langkah mundur, dia enggan bersama satu lift dengan lelaki itu.
(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar