Jumat, 09 Januari 2015

Serendipity [5]

#Hari-hari Tanpamu

Mendengar cerita dari Pak Nomo, Tisha mencoba menghubungi Yudha begitu sampai di kantornya. Tidak diangkat. Coba untuk ketiga hingga empat kali, sama saja. Tisha coba bertanya ke Adrian, mungkin dia tahu tentang kepergian Yudha yang mendadak ini. Percuma. Adrian justru tahu tentang kepergian Yudha karena Tisha menelponnya.

Dicarinya note yang diberikan  Yudha kemarin. “Aku mau menjadi payungmu, karena aku ingin bersamamu dalam hujan. Jika tidak musim ini, mungkin musim yang akan datang.”Apakah maksud semua ini Yudh?

Selain Adrian, Tisha tidak tahu lagi teman Yudha. Ia jarang cerita soal teman-temannya. Juga tentang keluarganya. Seharian itu Tisha tidak bisa fokus kerja, menunggu siapa tahu Yudha akan menelpon balik atau memberinya kabar. Paling tidak dia pamit langsung kepadanya. Akan tetapi handphonenya itu bergeming dari tadi. Tak ada satupun pesan yang masuk.
Kelar sudah hari ini, Tisha berjalan lemah memasuki mobil, pak Nomo sudah menunggu cukup lama. Tisha masih ingin tau kepastian kepergian Yudha ke Macau. Tapi dia tidak tahu harus bertanya ke siapa lagi.

“Oh iya, Pak Nomo kok bisa tahu Yudha pergi ke Macau hari ini?” Tidak terpikirkan oleh Tisha seharian tadi untuk tanya ke Pak Nomo. “Kemarin waktu Mas Yudha nunggu Neng bersiap-siap, saya sempet ngobrol sebentar di depan. Mas Yudha bilang, besok tugas antar Neng balik jadi tugas saya lagi. Waktu saya tanya kenapa, Mas Yudha bilang ke Macau untuk urusan kerjaan hari ini. Saya dilarang cerita dulu sama Neng.  Mas Yudha mau cerita sendiri katanya."
Tisha hanya duduk lemas di jok belakang. Bagaimana ceritanya Yudha pergi mendadak. Bahkan sampai sekarang dia tidak ada kabar sama sekali. Sesampainya di rumah, Tisha langsung masuk kamar. Melewatkan makan malamnya. Lusi yang khawatir akhirnya tahu dari cerita pak Nomo. Lusi membiarkan Tisha untuk menyendiri dulu.

Malam terasa begitu lama, masih saja tidak ada pesan atau telpon dari Yudha. Tidak terasa air mata meluncur bebas menuruni pipi Tisha. Ada yang membuat hatinya sesak malam itu. Rasa kehilangan. Tisha menyadari, kebersamaan dengan Yudha beberapa waktu ke belakang ini cukup mewarnai harinya. Hingga akhirnya jatuh ke alam mimpinya.

*8*

Mentari kembali menyapa kota ini. Basah hujan semalam masih bersisa, membuat udara kota ini lumayan sejuk pagi ini. Tisha bangun dari tidurnya, beberapa saat duduk di pinggir tempat tidurnya, menyadari  lagi bahwa hari ini Yudha tidak akan menjemputnya. Tidak ada lagi yang membuatnya jengkel karena harus menunggu sarapan bubur ayam.

Di meja makan Lusi sudah menunggunya untuk sarapan. Tisha tampak kurang bersemangat hari ini. “Mbak tahu dari pak Nomo kemarin, katanya Yudha ke Macau?” Mengangguk. Tisha hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Lusi sambil mengoleskan selai coklat di roti tawarnya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Lusi lagi melihat ekpresi Tisha yang kurang bersemangat hari ini. “Aku nggak apa-apa, cuma kaget aja kemarin waktu diberitahu pak Nomo kalau Yudha pergi ke Macau.”
“Kamu sudah coba hubungi dia?”
“Sudah, tapi nggak diangkat dari kemarin.”
“Kamu nggak tahu sebelumnya kalau dia mau pergi ke Macau?” Tisha menggelengkan kepalanya sambil mengunyah roti isi selai coklat.

Selesai dengan sarapannya, Tisha berjalan keluar. Di depan pak Nomo sudah menunggunya. Melihat pak Nomo di depan justru membuat Tisha menghela napas. Menyadari benar hari ini dia akan berangkat diantar Pak Nomo, bukan Yudha.
“Pak, Yudha menghubungi bapak nggak?” tanya Tisha begitu memasuki mobil. “Nggak Neng, kenapa memangnya? Sudah sampai Macau Mas Yudha?” Pak Nomo justru bertanya balik ke Tisha. “Saya juga nggak tahu pak, dari kemarin nggak bisa dihubungi dia.” Sedan hitam itu perlahan melaju meninggalkan halaman.

Adrian yang kemarin tahu dari Tisha kalau Yudha pergi ke Macau mencoba mencari tahu. Nihil. Dia pun tidak bisa menghubungi Yudha. Tidak ada informasi yang bisa didapatkan dari teman yang lain. Sialnya Adrian tidak mengenal satupun teman kantor Yudha. Adrian mengajak Tisha makan siang bareng hari itu. Tisha meng-iyakan ajakan Adrian, mungkin Adrian tahu sesutau tentang Yudha.
Mereka janjian makan siang bersama di dekat kantor Tisha. Terkait masalah pekerjaan Tisha dan Adrian menjadi sering bertemu. Entah itu meeting di kantor atau saat makan siang. Perlahan Adrian pun menaruh rasa pada Tisha. Akan tetapi, Adrian belum berani mengutarakannya, apalagi mengingat kejadian yang pernah diperbuatnya pada Tisha waktu di kampus dulu.

“Kamu dapat kabar dari Yudha nggak Ian?” Tisha yang baru saja datang lalu mengambil duduk di kursi sebelah kanan Adrian. “ Nggak, dari kemarin aku hubungi nggak bisa nomernya, kamu?” Tisha menggeleng.  Adrian menyadari, Tisha menaruh perhatian lebih ke Yudha. Ya, ia juga tahu kalau Yudha memiliki perasaan yang sama. Kata-kata Yudha  untuk bersaing secara sehat itu masih diingat baik Adrian.

Semenjak kepergian Yudha itu pula, Adrian sering menjemput atau mengantar pulang Tisha. Tidak jarang juga ,mereka pergi kedua untuk hang out. Tisha memang gadis yang supel, banyak hal yang bisa dibicarakan dengannya mulai dari film, musik hingga kenangan waktu kuliah dulu.
Tisha agaknya sudah mampu melupakan kesalahan Adrian yang dulu. Sikap Tisha sekarang sudah lebih “normal” dibanding waktu pertama bertemu dulu.

*8*

Hari berganti begitu cepatnya. Tanpa terasa ini sudah bulan keenam semenjak pagi terakhir Yudha mengantar Tisha ke kantor. Minggu ini, Tisha mengambil cuti 2 hari. Ia kangen dengan orang tuanya. Sepertinya sudah lama ia berdesak dan berhimpitan dengan kota ini. Dia kangen suasana rumah di kampung.

Kamis siang, Tisha diantar pak Nomo ke stasiun. Sebenarnya Lusi menyarankan untuk Tisha naik pesawat saja, biar tidak capek di perjalanan namun Tisha menolak. Dia ingin naik kereta saja. Bel tanda kereta akan datang bergaung di stasiun. Tisha pun berdiri dengan tas tenteng lumayan berat. Kereta itu berhenti kurang dari lima menit di stasiun. Perlahan kereta pergi meninggalkan stasiun.

Di dalam kereta, dengan tiket di tangannya Tisha mencari tempat duduknya. 10 A. Tisha segera menaikkan tasnya di luggage compartement. Kenangan pertama kali bertemu Yudha tiba-tiba melintas diingatan Tisha. Masih jelas diingatna Tisha, Mereka bertemu pertama kali di kereta. Tisha menoleh ke arah kursi 10 D. Di sana sudah duduk seorang lelaki paruh baya, di sampingnya seorang lelaki muda, sepertinya anaknya.

Ada seorang wanita paruh baya mendekati kursi disebelah Tisha. 10 B. Wanita itu tersenyum melihat Tisha yang sudah duduk di tempatnya. “10 B ini kan ya?” tanya wanita itu. “Iya bu.” Tisha membalas senyum padanya. Wanita dengan jilbab motif bunga warna merah marron itu duduk di samping Tisha.
“Sendirian bu?” Tisha membuka obrolan. “Iya, dari jenguk cucu. Mau kemana mbak?”
“Saya turun Jogja, ibu ? “
“Madiun. Asli Jogja ? atau kuliah di sana ?”
“Asli Jogja bu, saya kerja di Jakarta. Ini mau mudik ceritanya.”
Tisha duduk memandangi pemandangan dari jendela. Butuh waktu kurang lebih delapan jam untuk sampai di stasiun tujuan. Lagaknya perjalanan dengan kereta ini justru mengembalikan kenangan Yudha muncul memenuhi benak Tisha. Musik dari MP3 ternyata tidak mampu mengalihkan perhatian.
Tisha menghela napas untuk kesekian kalinya. Beberapa waktu ini dia sudah mampu berdamai dengan keputusan Yudha yang pergi tanpa kejelasan. Dia berpikir mungkin ini yang terbaik, mungkin Yudha masih sibuk dengan pekerjaannya, dan mungkin-mungkin yang lain.
HP milik wanita yang duduk di sebelah Tisha berdering. Wanita itu segera mengambil dari tas tenteng coklat yang dibawanya. “Iya..ibu jadi pulang hari ini. Ini sudah di kereta. Sampai di Jatibarang. Iya..kamu juga hati-hati di sana.” Tisha terbangun dari tidurnya. “Maaf suara ibu mengganggu tidurmu ya?”
“Ah nggak kok bu, dari anaknya ya bu?”
“Iya…maklum ibu pergi sendirian mungkin dia khawatir. Apalagi dia kerjanya lebih jauh sekarang.”
“Pastinya bu, apalagi ibu pergi sendirian. Kerja dimana bu?”
“Yang sulung di Jakarta. Yang bungsu dulunya juga di Jakarta tapi malah dipindahtugaskan ke Macau.”
“Macau?” Wanita itu mengangguk sambil tersenyum.

Tisha kaget mendengar wanita itu menyebut nama Macau. Kenapa di perjalanan ini banyak hal yang mengingatkannya dengan Yudha. Bahkan wanita yang baru saja dia temui. Kereta melaju semakin cepat. Apa kabar mu di Macau?
(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar