Senin, 26 Januari 2015

Lelaki Penjaja Nada

Danika
Danika, Danika Sasikirana.  Kata ibu namaku diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti bintang kejora yang bersinar terang. Aku masih berstatus mahasiswa di salah satu universitas swasta di kota yang menjadi idaman banyak orang ini. Aku sendiri kurang tahu kenapa orang-orang ingin menakhlukkan kota ini. Sekarang aku semester tujuh, dan sedang mengerjakan skripsiku. Setiap harinya aku harus naik bus lalu sambung naik angkot untuk ke kampus.

Pamungkas
Namaku Pamungkas, usiaku belum genap dua puluh lima tahun. Menyanyi adalah kegiatan yang aku suka. Aku juga terbiasa memetik senar gitar, aku hanya bisa, tidak mahir.  Gitar yang tergolong butut ini, aku beli di pasar loakan hanya dengan harga seratus lima puluh ribu. Aku setiap hari menentengnya ke sana ke mari. Aku bawa naik turun bis. Ya, aku pengamen.

Danika
Selalu saja ada pengamen yang mencoba mencari rejeki dari para penumpang bis. Sebenarnya bukan hal yang asing. Akan tetapi, sudah dua minggu ini setiap aku naik bis, selalu pengamen yang sama yang “konser” di bis yang aku naiki. Aku baru menyadarinya beberapa hari yang lalu. Dia selalu naik dari perempatan lampu merah dekat SMK 2. Aku tebak, lelaki itu umurnya tidak jauh beda denganku. Dia mengamen bersama satu orang temannya. Lelaki kaos hitam, celana jeans belel, dan sandal jepit. Dari tampilannya dia tidak kumal seperti kebanyakan pengamen lain. Gelang warna hitam dan coklat melingkar di tangan kirinya. Perawakannya cukup tinggi, kulitnya tidak putih tapi bersih, sawo matang. Potongan rambutnya pun cepak biasa, tidak dibuat aneh-aneh seperti anak muda jaman sekarang. Hari ini dia menyanyikan lagu Maha Dewi milik band Padi.

Pamungkas
Beberapa hari ini, ketika aku mengamen, ada satu penumpang bis yang mencuri perhatianku. Perempuan. Aku tidak tahu dia naik dari mana, yang jelas dia akan turun di halte yang sama denganku. Cantik. Dia terkadang memakai kemeja dipadukan dengan celana jeans, terkadang juga memakai rok panjang warna gelap dengan kaos atau kemeja warna cerah. Dia selalu membawa tas warna cokelat, tas yang kebanyakan perempuan pakai, bukan tas punggung. Aku menebak dia mungkin mahasiswa. Hari ini dia memakai celana jeans hitam dipadukan dengan kaos warna kuning, ditambah cardigan warna cokelat. Rambutnya yang ikal sebahu dibiarkan tergerai begitu saja. Ditambah dengan kacamata dengan frame warna hitam. Selalu cantik.

Danika
Sama dengan hari sebelumnya dan sebelumnya lagi, aku turun di halte kampus Filsafat. Dari halte itu aku masih harus menyeberang dan jalan sekitar  dua ratus  meter untuk sampai di kampusku. Ya kampusku berseberangan dengan kampus filsafat. Sebenarnya dari halte sampai gerbang kampusku ada angkot yang bisa aku naiki. Tapi aku lebih memilih jalan kaki.  Sama dengan hari kemarin juga, lelaki itu turun di halte yang sama denganku. Setelah turun di halte, aku tidak memperhatikan lelaki itu dan kawannya berjalan ke arah mana. Aku sudah hampir terlambat, aku ada janji dengan dosen pembimbing jam setengah sepuluh. Sementara jam di tangan sudah menunjukkan pukul sembilan lebih lima belas menit.

Pamungkas
Dia turun di halte, aku pun turun di tempat yang sama. Hari ini dia nampak buru-buru. Begitu turun dari bis, dia langsung cepat-cepat berjalan ke arah pertigaan depan. Dua kali melihat jam  yang ada di tangan kirinya. Aku masih berdiri di halte seraya memandanginya. Dido, teman ngamenku duduk sambil sibuk menghitung uang yang kami dapat tadi. Di bus tadi aku sengaja menyanyikan lagu Maha Dewi, aku terpesona dengan perempuan itu.
*8*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar