Danika
Akhirnya ujian pendadaran bisa aku lewati, hari ini aku ke
kampus untuk mengurus berkas-berkas untuk bisa mendaftar yudisium. Aku harus
mengejar yudisium bulan depan. Pendaftaran terakhir adalah besok. Hari ini aku akan sibuk mondar-mandir dari
satu gedung ke gedung yang lain. Aku harus berangkat lebih pagi.
Pamungkas
Badan masih tidak enak rasanya. Demam dan kepala pusing, tapi
apa daya aku harus tetap berangkat mengamen hari ini. Mereka tidak boleh
kelaparan. Aku memaksakan badan ini untuk terkena air pagi ini. Dido sudah
menunggu di depan rumah. Tidak biasanya dia datang sepagi ini. “Mung, kita
nggak bisa libur lagi.” Kemarin seharian aku tidak ngamen, benar kata Dido. Aku
segera menenteng gitarku, kami berjalan menyusuri gang sempit. “Did, bentar ada
yang ketinggalan, tunggu di depan aja ya.” Aku harus membawa barang itu. Aku
tidak tahu apa yang akan terjadi hari ini dan siapa saja yang akan aku temui
hari ini.
Danika
Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, bus yang aku tunggu
datang, bus no 15. Aku memilih duduk di baris ketiga dari depan, dekat kaca.
Kondisi bus pagi ini tidak terlalu penuh. Masih ada beberapa bangku kosong.
Setelah sekitar tiga puluh menit melaju, di lampu merah dekat SMK 2, seperti
dugaanku dua orang pengamen itu akan naik. Pengamen yang sama, cukup lama aku
tidak mendengar suaranya setelah hampir dua minggu ini aku memilih pakai mobil
ke kampus. Lelaki dengan gitarnya, dengan kaos merah, celana jeans hitam
ditambah, kali ini dia memakai topi warna coklat tua. Setelah sedikit berbasa-basi
dia mulai memetik gitarnya.
Pamungkas
Benar saja, pagi ini aku melihatnya lagi. Perempuan itu, aku
melihatnya sekilas ketika bus ini berhenti didepanku. Begitu sampai di dalam
bus aku memastikan bahwa itu adalah benar dia. Dan aku tidak salah. Hari ini
dia memakai kemeja biru muda bergaris horizontal, jeans warna biru. Rambutnya
lagi-lagi digerai, kacamata frame hitam tak lupa menghiasi wajahnya. Cantik dan
bertambah cantik ketika wajahnya terkena sinar matahari dari jendela. Beruntung
aku berangkat mengamen hari ini, aku bisa melihatnya lagi. Sudah lama rasanya
aku tidak melihatnya. Aku pun mulai berjualan suara setelah sebelumnya menyapa
penumpang dengan sedikit basa basiku.
Danika
Kali ini dia memilih lagu Letto, sampai nanti sampai mati. Aku pikir, boleh juga selera pengamen
ini. Dia pun tidak asal-asalan memetik gitarnya. Suaranya memenuhi bus pagi
ini. Aku cukup menikmati suaranya. Tapi dalam pikiranku masih bertanya, kenapa
dia tidak mencoba peruntungan dengan ikut audisi pencarian bakat yang sedang
marak itu. Siapa tahu bisa jadi jalan untuk mengubah hidupnya. Lamunanku buyar
ketika temannya menyodorkan kantong plastik di depanku.
Pamungkas
Aku menyanyikan lagu milik Letto, semoga saja dia
menyukainya. Ah mikir apa aku ini. Apa dia tahu aku sengaja memilih lagu ini
untuk dia. Sesekali aku melihat ke arahnya, dia justru terlihat melamun. Bahkan
dia nampak kaget ketika Dido menyodorkan kantong plastik itu. Pasti dia tidak
mendengar nyanyianku kali ini.
Danika
Aku turun di halte depan kampus Filsafat, dan ternyata dua
pengamen itu juga sama. Mereka berdua turun setelah aku. Aku langsung
menyeberang jalan ketika bus yang ku tumpangi tadi berlalu. Jalan depan kampus
filsafat cukup lengang pagi itu, mungkin karena ujian semester sudah selesai
minggu lalu. Tidak banyak mahasiswa yang beraktifitas di kampus. Aku memutuskan
untuk jalan kaki.
Pamungkas
Aku turun di tempat yang sama dengannya. Aku hanya bisa
memandanginya ketika dia menyeberang jalan menuju kampusnya. Dido seperti
biasa, begitu turun, dia akan sibuk dengan kantong plastiknya. Aku merogoh
kantong celanaku, mengambil sesuatu di dalamnya. Oh iya aku baru ingat, barang
ini. Aku harus mengembalikkannya.
Danika
Dari belakang seperti ada yang teriak-teriak, aku menoleh.
Pengamen tadi berlari ke arahku, aku menoleh ke kiri dan kanan memastikan apa
yang dipanggilnya itu aku atau bukan. Tidak ada orang lain. Aku mengernyitkan
dahi, bingung sekaligus takut untuk alasan apa dia memanggilku. Aku mendekap
erat tasku.
Pamungkas
Aku berlari mengejarnya. Memanggilnya, dia terlihat bingung
melihatku berlari ke arahnya. Jelas saja, pasti dia tidak tahu apa maksudku
memanggilnya. Mungkin dia malah mengiraku akan merampok karena dia terlihat
mendekap tas coklatnya. Wajar saja sikapnya itu melihat keadaanku yang mungkin
terlihat seperti tukang palak. “ Tenang, saya tidak ada niat jahat kok, saya
cuma mau ngembaliin ini. Ini punya mbak kan?” aku memberikan kertas warna biru
dengan tali warna serupa itu. Perempuan masih terlihat bingung.
Danika
Dengan nafas terengah-engah dia bilang kalau dia tidak ada
niat buruk. Dia lalu merogoh kantongnya dan memberikan sebuah kertas warna
biru. Co Card ku yang hilang. Kenapa bisa ada sama dia? Aku menerimanya ketika
dia memberikan kartu itu. “Oh iya, ini punya saya. Saya sempat mencari-carinya,
hampir saja saya nggak bisa ikut acara ini karena kartu ini hilang, tapi
sekarang kartu ini sudah nggak penting lagi.”
Pamungkas
Dia menerima dengan senyum, dia juga bilang kalau dia sempat
mencari-cari kartu itu. tapi yang membuatku kecewa, ternyata sekarang kartu itu
sudah tidak penting lagi baginya. Mungkin seharusnya waktu itu aku tetap
mengejar angkot yang dinaikinya dan memberikan kartu itu saat itu juga.
Danika
Walaupun kartu itu sudah tidak ada gunanya lagi. Aku tetap
berterima kasih pada lelaki itu. Dia berniat baik dengan mengembalikan kartu
itu. Aku pun bergegas ke kampus. Lelaki itu pun kembali ke arah halte, mungkin
temannya masih menunggu di sana. Aku merasa tidak enak karena pernah
berprasangka buruk dengan mereka. Lima puluh meter dari gerbang kampus, aku
mendengar suara klakson panjang, aku menoleh tapi aku tidak melihat ada sesuatu
yang terjadi dan aku bergegas melanjutkan langkah kakiku.
Pamungkas
Walaupun sedikit kecewa tapi aku cukup senang. Aku bisa
mendengar suaranya, terlebih aku bisa melihatnya tersenyum tadi sewaktu dia
mengucapkan terima kasih padaku. Aku kembali ke halte melangkah dengan ringan
menuju tempat Dido menghitung hasil jualan suaraku tadi. Tiba-tiba suara bising
dari arah kananku, juga suara teriakan beberapa orang. Aku menoleh ke arah
kanan ku. Ada benda putih menuju ke arahku. Sekian detik semuanya mendadak
gelap.
*8*
Danika
Sore ini aku bersantai dengan nonton berita di Tv, ada sebuah
kecelakaan yang disebabkan oleh pengemudi mobil yang mabuk. Korban adalah
seorang pria berusia 24 tahun. Alangkah terkejutnya ketika reporter berita itu
mewawancarai saksi mata sekaligus teman korban, Dido. Dari situlah aku tahu
nama pengamen tadi adalah Pamungkas. Si lelaki penjaja nada. Dan aku tidak bisa
lagi mendengar nyanyiannya.
kunjungi centerofbook.blogspot.com tempat dowload buku gratis
BalasHapus