sumber gambar : un pepin
#Mon Parapluie
Tisha terdiam, merasa detik seperti berhenti ketika melihat
wajah lelaki di dalam mobil yang tersenyum . Angin dingin mengalir mengenai
wajahnya.
“Neng..butuh tumpangan?” Yudha mengulangi pertanyaannya,
masih sambil tersenyum.
Mendengar itu Tisha tersadar, diusapnya air mata yang sudah meluncur bebas di atas pipinya.
“Ayolah…aku antar sampai rumah dengan selamet deh. Mumpung
aku lagi baik hati nih.”
Tisha masuk ke mobil hitam itu tanpa berkata apa-apa. Mereka
hanyut dalam diam. Tisha masih shock dengan yang ditemuinya, sekarang dia satu
mobil dengan lelaki yang tiba-tiba menghilang delapan bulan yang lalu. Yudha
pun masih diam. Dia tahu, Tisha pasti marah dengannya.
Yudha memilih menghidupkan radio. Lagu mulai mengalun . Waiting for your call, common sick, common I'm angry, common I'm desperate for your voice. “Kemana pak Nomo, kok nggak jemput?” Yudha mencoba membuka obrolan. Listening to the song we used to sing. In the car do you remember. Tisha masih diam. Butterfly, Early summer It’s playing on repeat Just like when we would meet. Like when we would meet. Enggan menjawab pertanyaan Yudha, bahkan menoleh saja tidak.
“Kamu grogi ya satu mobil sama cowok ganteng, kok diem gitu dari tadi?” Yudha
masih berusaha mencairkan suasana.
Yudha spontan mematikan radionya “hah lagu apa sih ini.”
Tisha langsung memencet tombol power radio itu lagi. Yudha memandang Tisha
dengan bingung. Tidak pernah dia sediam ini. Akhirnya, Yudha memilih menepikan
mobilnya. Berhenti. Lalu dipandangnya perempuan di sampingnya itu.
“Tish..aku tahu kamu marah . Aku minta maaf”ucap Yudha lirih
Tisha menoleh, matanya berkaca-kaca. Hampir tumpah lagi air
matanya. Sementara bibirnya masih kelu untuk mengucap sepatah kata pun.
Dipandangnya dalam-dalam lelaki di sampingnya itu. Empat puluh lima menit
perjalanan akhirnya mereka lewati hanya dengan diam. Tisha langsung turun
begitu mobil Yudha berhenti di depan rumah.
*8*
Keesokan harinya Yudha menjemput Tisha. Kedatangan Yudha
membuat kaget Lusi.
“Loh kamu Yud? Kapan balik?”
“Belum ada seminggu di sini. Tisha sudah siap?”
Tisha keluar dan kaget melihat Yudha datang pagi itu.
“Aku bareng pak Nomo hari ini. Kemarin kan kamu nggak bilang
mau jemput.”
“Pak Nomo hari ini masih ijin Tish, kamu bareng Yudha aja.”
Yudha tersenyum mendengar ucapan Lusi yang artinya mau tidak
mau memaksa Tisha untuk berangkat bersamanya. Tisha sedikit kesal terjebak
dalam situasi dimana dia tidak punya pilihan. Akhirnya dia masuk ke mobil Yudha
dengan wajah sedikit cemberut.
Seperti kebiasaan sebelumnya, Yudha menepikan mobilnya ketika
sampai di penjual bubur ayam langganannya. Pagi itu, Tisha menyusul turun dari
mobil, lima menit setelah Yudha memesan.
“Kamu mau ?” tanya Yudha
“Pak, satu ya.” Tisha memesan sendiri, tanpa menghiraukan
pertanyaan Yudha.
“Jangan diem gini dong Tish, aku jadi salah tingkah mau
ngapain.” Tisha tersenyum melihat mimik muka lelaki di depannya yang terlihat
memelas itu.
“Dih malah diketawain. Aku jelasin ya, dulu aku ketrima di
perusahaanku sekarang ini, bapakku seneng banget. Perusahanku yang di sini cuma
kantor cabang, pusatnya ada di Macau. Sebelum meningggal bapakku pernah punya
harapan supaya aku bisa bekerja di kantor pusat. Itulah kenapa aku mati-matian
supaya bisa dapat promosi di sana. Salah satu untuk mencapai sana, aku harus
ikut dalam proyek yang digarap di sana. Dulu itu aku dapat tawaran, aku sadar
itu keputusan sulit. Kalau aku ke Macau, artinya aku jauh dari kamu. Tapi kalau
aku tetap di sini, kesempatan kedua mungkin tidak ada. Akhirnya aku putuskan
untuk mengambil kesempatan itu. ”
“Kenapa kamu pergi nggak bilang?”
“Hehe..sebenarnya aku tahu itu salah. Hanya saja, aku tidak
mau membuatmu menunggu. Aku tidak tahu berapa lama aku di sana. Untuk itu aku
pergi secara diam-diam.”
“Kepedean, siapa yang mau nungguin kamu.”
“Masak sih kamu nggak nungguin? Kemarin siapa ya yang nangis?”
“NGGAK.”
Yudha tertawa melihat Tisha yang mulai sewot karena
kejailannya. Tisha mulai menyendok bubur yang sudah ada di depannya. Dia
terdiam memahami penjelasannya Yudha tadi. Dia merasa pilihan Yudha itu tepat.
Tentu dia akan melakukan hal yang sama, jika dia ada di posisi Yudha. Harapan
bapaknya, tentu bapaknya akan bahagia ketika melihat Yudha bisa sukses.
“Lalu..kenapa kamu balik ke sini?
“Proyek di Macau itu sudah selesai, sementara aku diminta
membantu menyelesaikan proyek pembangunan jembatan di sini. Makanya aku balik
ke sini.”
“Setelah itu kamu balik ke Macau lagi?”
“Kenapa? Nggak rela ya aku pergi lagi ?”
“Aku sudah selesai makannya, kamu yang bayar.” Tisha langsung
berjalan menuju mobil
“Ya ampun Neng, jutek amat sih.”
*8*
Dua minggu berlalu, pekerjaan yang harus dirampungkan Yudha
sudah selesai. Sore itu Yudha sengaja menjemput Tisha. Akhir pekan, dia ingin
mengajak Tisha makan malam. Yudha sudah menunggu di depan ketika Tisha keluar
dari kantornya.
“Kok nggak bilang? Kalau mau jemput?”
“Sebenernya nggak niat sih, tapi apa mau dikata, terpaksa
harus kesini.”
“Kepaksa? Ya udah sih pulang aja sana.”
“Nanggung, dah sampai sini juga, ayolah buruan naik. Kita
cari makan dulu.”
Yudha mengarahkan mobilnya ke sebuah warung makan di pinggir
jalan. Nasi goreng.
“Kamu sering makan di sini? tanya Tisha seraya melepas
seatbelt nya.
“Huum, kenapa? Kamu pasti ngiranya bakal aku bawa ke restoran
ya? Nggak kalah enak kok sama nasi goreng di restoran.”
“Dihh…siapa yang mikir kaya gitu.”
Warung makan itu semakin malam semakin ramai. Dilihat dari
pakaiannya, sebagian besar pengunjungnya adalah pekerja kantor yang mampir
untuk makan malam di tempat itu. Tisha mengamati mereka.
“Rame ya Yudh…pasti enak.”
“Makanya aku ajak kamu ke sini.”
“Kapan-kapan kita wisata kuliner yuk. Kamu pasti tahu banyak
tempat makan enak di kota ini.”
“Ngajak aku ngedate nih ceritanya.”
“Aku serius ih!”
“Gampang deh, tapi nggak dalam waktu dekat ini.”
Tisha yang sibuk mengaduk-aduk minuman jeruk hangat mengangkat
dagunya mendengar ucapan Yudha.
“Kenapa?”
Yudha menghela napasnya. Menatap dalam perempuan di depannya.
Sementara Tisha menaikkan alis, bingung dengan sikap Yudha.
“Inilah kenapa aku ajak kamu ke sini. Aku lusa harus
berangkat ke Macau lagi. Kerjaan yang membuatku kembali ke sini sudah selesai.”
“Lusa?”
Yudha menggangguk. Dia tidak mau mengulang kesalahannya lagi
yang pergi tanpa kabar seperti yang dulu. Nasi goreng yang di pesan sudah siap.
Dua porsi nasi goreng sea food itu mengepul.
“Sepertinya enak, makan yuk.” Tisha mengambil sendok dan
garpu seraya mencium aroma nasi goreng depannya.
Tidak ada komentar dari Tisha tentang kepergian Yudha. Mereka
menghabiskan nasi goreng sambil ngobrol dan tertawa bersama. Hingga tanpa
terasa mereka sudah satu setengah jam di tempat itu. Bergegas ke mobil untuk
pulang.
*8*
Di dalam mobil, di depan rumah, Tisha mengambil secarik note
dari dalam tasnya.
“Apa arti musim yang akan datang ini? Tisha
menyodorkan note itu kepada Yudha. Yudha menoleh.
“Sekarang bukannya sudah ganti musim ?”
“Jadi? Payung itu sudah tidak bisa aku pakai lagi? Padahal
aku sangat butuh” Tisha menunduk suaranya lirih
“Payung itu tetap memayungimu saat hujan atau panas.”
“Kenapa?”
“c’est la fonction de
parapluie.”
“Ha? Apaan?” Yudha tertawa melihat ekspresi Tisha yang
kebingungan.
*8*
## Di bandara
Yudha menggeret kopernya yang berwarna hijau. Tisha berjalan
di sampingnya. Jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Sudah waktunya
Yudha untuk masuk. Yudha mengambil secarik kertas dari sakunya. Kali ini sticky
note itu berwarna biru.
“Ini PR mu.” Tisha mengernyitkan dahi ketika membaca
tulisannya
“Aku nggak tahu artinya.”
“Itulah kenapa aku sebut PR.”
“Kamu hantu.” Yudha tersenyum mendengar ucapan yang keluar
dari mulut Tisha itu.
“Hantu yang ganteng kan? Aku senang dengan pertemuan kita yang tidak sengaja di kereta dulu, Serendipity" balas Yudha menggoda sambil tersenyum
Tisha lagi-lagi hanya menatap tingkah konyol lelaki di
sampingnya itu. Kemudian ia ikut tersenyum. Akhirnya, lambaian tangan menjadi
salam perpisahan pagi itu. Musim sudah berganti. Tapi payung akan tetap
memayungi langkah kaki.
N’importe qu’il pleut ou pas, portes ton parapluie où que tu ailles. Attends-moi
(FIN)
* note :
-Mon parapluie : payungku
-c’est la fonction de parapluie : Itulah fungsinya payung
-N’importe qu’il pleut ou pas, portes ton parapluie où que tu ailles. Attends-moi : Tidak peduli hujan atau tidak, bawalah payung kemanapun kau pergi. Tunggu aku.
Udah selesai yaa ceritanya? ._. Dan, akhirnya Tisha sama Yudha jugaaa!! Sebenarnya aku lebih suka Tisha sama Yudha sih, daripada sama Adrian -.- hehehe *jahat*
BalasHapusiya..sampai episode 8 aja..hehehe. Adrian buat aku aja deh hehehehe
Hapus