ilustrasi : di sini
Dengan langkah seribu Riri menuju salah satu Angkringan yang populer di kota ini. Angkringan Kang Harjo, perutnya sudah keroncongan. Kegiatan di kampus hari ini membuatnya melewatkan makan siangnya. Jam di tangan sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Angkringan itu sudah ramai.
Teh hangat, dua bungkus nasi
kucing, sate endog dan dua mendoan sudah di depan mata. Tiba-tiba saja, ada
lelaki yang memanggil namanya.
“Ri..kamu kok di sini?” Riri
mendongakkan kepalanya, didapati seorang lelaki yang cukup tinggi dengan jaket
hitam berdiri di dekatnya.
“Lohh..Mas Esa? Di sini juga?
Iya aku kelaperan hehehe, makanya mampir ke sini dulu sebelum pulang.”
Esa hanya mengangguk sambil
membulatkan bibirnya, “Boleh duduk sini?”
“Boleh, mau minta foto dan tanda
tangan juga nggak ?” Riri nyengir
Esa menggaruk kepalanya yang
tidak gatal.
“Sama siapa Mas? Langsung dari
Solo ya, kok bawaanya tas ransel gede gitu.” Riri menunjuk ransel yang
digendong Esa.
“Iya, kamu sendiri aja, nggak
sama Diana?”
Riri menggeleng sambil menyuap
nasi kucingnya.
Mereka berbincang, lebih
tepatnya Riri yang bercerita dan Esa lebih banyak mendengar, sesekali
menimpali. Tempat itu semakin malam semakin ramai.
Sekitar satu jam mereka bersama
di tempat itu, Riri melongok ke jam di tangan kirinya.
“Aduh dah malam, aku pulang
duluan ya Mas.” Riri menggendong tas yang ia taruh di sampingnya.
“Eh, Ri..”
“Ya..” Riri yang tadinya sudah
berdiri kembali duduk. “Kenapa Mas?”
Esa yang tadi menunduk kini
memandang ke arah mata Riri, diam untuk sekian detik, Riri mengangkat alisnya
karena bingung.
“Kenapa Mas Esa?” diulang
pertanyaannya tadi.
“Yang dulu itu aku minta maaf
ya.”
“Ya ampun, itu sudah kejadian
sebulan yang lalu, aku sudah maafin dari dulu Mas, santai aja.” Riri tersenyum
sambil mengangkat bahu.
“Makasih.”
Riri melangkah ke arah gerobak untuk membayar makanan yang sudah dilahapnya tadi. Sementara Esa masih menghabiskan empat bungkus nasi kucingnya. Sekembali dari membayar, Riri menghampiri Esa lagi.
“Ohh iya Mas lupa..”
“Apa?” Esa terlihat penasaran
“Itu empat bungkus nggak
kurang?” Riri mengendikkan bahunya memasang muka serius
“Ehh..nggak kok.” Wajah Esa
memerah
Riri tertawa melihat ekpresi
wajah Esa.
“Aku duluan ya Mas.” Esa
mengangguk.
Dilihatnya perempuan yang malam
itu berbalut jaket warna biru donker menuju parkiran motor. Esa tersenyum
sendiri lalu melanjutkan makannya.
*8*
Riri segera menghamburkan
badannya di tempat tidur. Kegiatan kampus hari ini benar-benar menguras
tenaganya. Dilihatnya langit-langit kamarnya, lalu teringat wajah Esa yang
memerah karena diledeknya tadi di Angkringan. Diraihnya tas yang ia sandarkan
di tempat tidur, untuk mencari handphonenya.
“Di, tebak aku tadi ketemu
siapa?”
“Emang siapa?” suara Diana
terdengar jelas di seberang telephone.
“Mas Esa…si cowo nyebelin yang
songong itu. Tadi nggak sengaja ketemu di Angkringan Kang Harjo, jadilah
ngobrol bentar di sana.”
“Terus?”
“Arrghh…cute deh mukanya pas aku ledekin karena dia ambil empat bungkus
nasi kucing..hahaha.”
“Kamu itu, nggak kapok apa sama
kejadian waktu itu? Terus apa reaksinya?”
“Mukanya merah malu-malu gitu.
Ahh penasaran aku sama dia.”
“Dih, pendiam dan ketus gitu
omongannya, kamu penasaran sama orang kaya gitu?”
“Yee kamu itu, kita kan belum
kenal jauh dia itu kaya apa orangnya. Siapa tahu itu pendiam emang bawaan dari
lahir. Udah ah, aku ngantuk..bye.”
Klik
*8*
Seminggu berlalu, Esa setiap
akhir pekan pulang ke Yogya. Jum’at malam, ia sengaja pergi ke Angkringan Kang
Harjo. Sudah satu jam dia di sana, beberapa kali mendongakkan kepala ke arah
parkiran, melihat jam di tangan kanannya. Menunggu seseorang?
Sudah segelas es teh
dihabiskannya. Sengaja belum mengambil makanan. Tangan Esa kemudian merogoh
handphone di saku jaketnya.
“Hai Ri..lagi apa?”
“Eh Mas Esa, ini baru pulang
dari toko buku. Ada apa Mas?”
“Kamu nggak ke Angkringan Kang
Harjo lagi?”
“Nggak..kenapa? Mas Esa lagi
makan di situ?”
“Iya, tadi kebetulan mampir.
Udah dulu ya”
Klik
Riri terheran begitu telephone
diputus. “Ini orang aneh. Telephone cuma nanya soal angkringan.”
*8*
Pertemuan yang tidak disengaja
terjadi di toko buku. Siang itu, hari kamis, Riri yang sengaja mampir toko buku
langganannya untuk mencari buku yang ditunggu-tunggunya.
“Eh Mas Esa, ketemu lagi..” sapa
Riri setelah melihat Esa yang sedang melihat-lihat majalah
“Kamu? Di sini juga?” Riri
mengangguk
“Cari apa Ri?”
“Nih..buat refreshing otak, biar
ga sepaneng.” Riri menunjukkan sebuah
buku dengan sampul warna shocking pink.
“Ohh..” Esa mengangguk sambil
membulatkan bibirnya. “Masih mau cari buku lain?”
Tetiba Riri memegang perutnya,
dengan ekpresi wajah yang tiba-tiba berubah.
“Kamu nggak papa Ri?”
“Enggak, cuma asam lambungku
sepertinya kambuh.”
“Kamu telat makan pasti?” suara
Esa sedikit meninggi
Riri tidak menghiraukan Esa, dia
berdiri setengah jongkok menahan sakitnya. Esa kemudian menariknya untuk duduk
di tempat duduk di dalam toko buku itu.
“Aku nggak apa-apa kok, sudah
aku masih harus cari buku satu lagi.”
Esa tanpa mengucapkan sepatah
kata pun, mengambil buku yang dipegang Riri, dia berjalan menuju kasir. Tiga
menit kemudian dia kembali. “Sisanya bisa dicari besok, ayo aku bantu kamu
pulang.” Ekpresi wajahnya masih dingin semenjak melihat Riri kesakitan. Esa
membantu Riri berjalan menuju ke parkiran.
“Motormu yang mana?” Riri
menunjuk motor yang di parkir paling ujung.
“Kita ke apotek dulu, baru aku
antar kamu pulang.”
“Lohh nanti motor Mas gimana?”
“Gampang, ayo buruan naik.”
“Dari apotek kita cari tempat
makan aja deh Mas.”
Esa mengangguk mantap. “Mau
makan dimana?”
“Emm..yang searah jalan pulang
aja deh, ke Idola mau nggak?”
“Boleh aja, lama juga nggak ke
sana.”
Akhirnya Riri dan Esa menuju
tempat makan di jalan Taman Siswa setelah mampir ke apotek terlebih dulu. Tidak
banyak yang mereka bicarakan. Hanya seputaran kegiatan kampus.
“Gimana skripsinya Mas Esa?”
“Doain aja bulan depan wisuda.”
Riri mengacungkan dua jempol dengan wajah tersenyum, lesung pipi nya menambah
manis wajahnya.
Esa memandang Riri yang sibuk
mengaduk-aduk the hangatnya. “Kita dah lama ya nggak ketemu ?”
“Ehh..” Riri mengangkat dagunya.
“Kayaknya sudah beberapa bulan ya Mas? Terakhir kali pas di Angkringan apa ya
kalau nggak salah? “ Riri menerawang mencoba mengingat.
“Sepertinya.”
“Mas Esa sudah bebas dong ya,
tinggal nunggu wisuda aja. Rencana mau cari kerja dimana?”
“Belum tahu , kemarin ada
tawaran di Kalimantan. Tapi belum aku jawab.”
“Wihh keren tuh Mas.”
“Tapi bakal jauh….” Kalimat Esa
terhenti dipandangnya lekat-lekat perempuan yang di depannya itu.
“Apa tadi? Bakal jauh maksudnya
gimana?”
“Dah buruan abisin tuh makannya.
Orang makan itu jangan nunggu asam lambung naik dulu.”
“Iya deh iya. Galak amat jadi
orang.”
Esa menggeleng, lalu membuang
pandangannya ke arah lain. Riri ikut diam menikmati mie yang masih setengah.
“Aduh..” Riri tiba-tiba meringis
sambil memegang perutnya lagi.
“Kenapa? Masih sakit ya? Kita ke
klinik atau rumah sakit aja ya.” Wajah Esa berubah serius dan khawatir.
Melihat Esa yang sudah berdiri
seraya mengambil tas miliknya sendiri dan milik Riri, Riri justru nyengir
tersenyum, “Aku nggak papa kok, Mas panik-an jadi orang ya?”
“Maksud kamu?”
“Aku becanda barusan..he.”
“Nggak lucu.” Esa kembali duduk
dan membuang pandangannya dari Riri. Diam.
Matahari semakin condong ke
barat, pertemuan itu pun berakhir dengan lambaian tangan Riri. Esa mengantarnya
sampai rumah lalu kembali ke toko buku untuk mengambil motornya yang masih
ditinggalnya di sana.
“Apa maksudnya tadi dia bilang
bakal jauh ya?”
Riri menghempaskan badannya di
tempat tidur.
Aneh yaaaa, wkwkwkw :D
BalasHapusapanya ? :P
HapusNoooong............................. (bingung mo kumen ava :D )
BalasHapuswkwkkw
ijin nyulik URL-nye ye :P
*tepok jidat :D :D
HapusLanjooottt!
BalasHapuswokkeeehhh tangteh
HapusNasi kucing? Meong.... Sob Sam mana yaa? #celingakcelinguk Wakakakakakakaka
BalasHapuswkwkwkwk asal jangan kasbon
HapusHadir!
BalasHapuscatet !
Hapus